Pada hari pernikahanku, aku membopong istriku.
Mobil Pengantin berhenti di depan flat kami yang cuma
berkamar satu. Sahabat2ku menyuruhku untuk
membopongnya begitu keluar dari mobil. Ia Jadi
kubopong ia memasuki rumah kami. Ia kelihatan
malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yang
sangat bahagia. Ini adalah kejadian 15 tahun yang
lalu.
Hari2 selanjutnya berlalu demikian simpel seperti
secangkir air bening. Kami hanya mempunyai seorang
anak,
saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk
menghasilkan banyak uang.
Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih
diantara
Kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil.
Setiap
pagi kami berangkat kerja bersama-sama dan sampai
di rumah juga pada waktu yang bersamaan.
Anak kami sedang belajar di luar negeri.
Perkawinan
Kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup
berubah
dipengaruhi oleh perubahan yang tidak
kusangka-sangka. Sarah hadir dalam kehidupanku.
Waktu itu adalah hari cerah, aku berdiri di balkon
dengan Sarah yang sedang merangkulku. Hatiku
sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya
ini adalah apartement yang kubelikan untuknya.
Sarah
berkata: "Kamu adalah jenis pria terbaik yang
menarik para gadis." Kata2nya tiba2 mengingatkanku
pada istriku, ketika
kami baru menikah, istriku pernah berkata, "Pria
sepertimu,begitu sukses,akan menjadi sangat
menarik bagi para gadis." berpikir tentang itu, aku
menjadi ragu2, aku tahu kalau aku telah menghianati
istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku
melepas tangan Sarah dan
berkata, "kamu harus pergi membeli beberapa
perabot, OK? Aku ada sedikit urusan di kantor."
Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah
berjanji menemaninya.
Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin
Jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak
mungkin.
Bagaimanapun, aku merasa sangat sulit untuk
membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun
ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka.
Sejujurnya, ia adalah seorang istri yang baik.
Setiap
malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk
santai di depan TV, makan malam akan segera
tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama2 atau aku
akan menghidupkan komputer, membayangkan tubuh Sarah.
Ini adalah hiburan bagiku.
Suatu hari berbicara dalam canda, "seandainya kita
bercerai, apa yang akan kau lakukan?" Ia menatap
padaku selama beberapa detik tanpa bersuara.
Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah
sesuatu yang sangat jauh dari
bayangannya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana
ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku
serius.
Ketika istriku mengunjungi kantorku, Sarah baru
saja
keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff
menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha
untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara
dengannya. Ia kelihatan sedikit curiga, ia berusaha
tersenyum pada bawahan2ku. Tapi aku membaca ada
kelukaan di matanya.
Sekali lagi,Sarah berkata padaku, "He Ning,
ceraikan ia, OK?, lalu kita akan hidup bersama." Aku
mengangguk. Aku tahu aku
tidak boleh ragu2 lagi. Ketika malam itu istriku
menyiapkan makan malam, ku pegang tangannya, "Ada
sesuatu yang harus kukatakan" Ia duduk diam dan makan
tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka
dimatanya.
Tiba2 aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia
harus
tahu kalo aku terus berpikir "aku ingin bercerai",
ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang. Ia
seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku,tapi ia
bertanya secara lembut, "kenapa?". Aku menghindari
pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia
melemparkan
sumpit dan berteriak kepadaku "Kamu bukan
laki-laki"
Pada malam itu, kami saling membisu. Ia sedang
menanggis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah
terjadi dengan
perkawinan kami.
Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yang
memuaskan
sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Sarah. Dengan
perasaan yang amat bersalah, aku menuliskan surat
perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan
30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas
dan mengoyaknya jadi beberapa bagian. Aku merasakan
sakit dalam hati.
Wanita yang telah 15 tahun hidup bersamaku
sekarang
menjadi seorang yang asing dalam hidupku. Tapi aku
tidak bisa
mengembalikan apa yang telah kuucapkan.
Akhirnya ia menanggis dengan keras
didepanku,dimana
hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya.
Bagiku tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku.
Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa
minggu ini dan sekarang sungguh2 telah terjadi.
Pada larut malam, aku kembali ke rumah setelah
menemui
klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu.
Karena capek aku segera ketiduran.
Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia
masih menulis. Aku tertidur kembali. Ia menuliskan
syarat2 dari perceraiannya, ia tidak menginginkan
apapun dariku, tapi aku harus memberikan waktu sebulan
sebelum menceraikannya, dan dalam waktu sebulan
itu kami harus hidup bersama seperti biasanya.
Alasannya sangat sederhana, Anak kami akan segera
Menyelesaikan pendidikannya dan liburannya adalah
sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat
kehancuran rumah tangga kami. Ia menyerahkan
persyaratan tersebut dan bertanya, "He Ning, apakah
kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita
ketika pada hari pernikahan kita?"
Pertanyaan ini tiba2 mengembalikan beberapa
kenangan
indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan.
"Kamu membopongku dilenganmu",
katanya, :jadi aku punya sebuah permintaan yaitu
kamu
akan tetap membopongku pada waktu perceraian kita.
Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu
harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu."
Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan
beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan
berharap perkawinannya diakhiri dengan suasana
romantis. Aku memberitahu Sarah soal syarat2
perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan
berpikir
itu tidak ada gunanya. "Bagaimanapun trik yang ia
lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian
ini" ia mencemooh.
Kata2nya membuatku merasa tidak enak. Istriku dan
aku
Tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan
perceraian itu. Kami saling menganggap orang asing.
Jadi ketika aku
membopongnya di hari pertama, kami kelihatan salah
tingkah. Anak kami menepuk punggung kami, "wah, papa
membopong mama, mesra sekali"
Kata2nya membuatku merasa sakit. Dari kamar tidur
ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter
dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan
berkata dengan lembut, "Mari kita mulai hari ini,
jangan memberitahukan pada anak kita." Aku mengangguk,
merasa sedikit bimbang, aku melepaskan ia di pintu. Ia
pergi menunggu bus dan aku pergi kantor. Pada hari
kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di
dadaku,
kami begitu dekat sampai2 aku bisa mencium wangi
di bajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama
tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat
bahwa ia tidak muda lagi. Beberapa kerut tampak di
wajahnya.
Pada hari ketiga, ia berbisik kepadaku "Kebun di
luar
Sedang dibongkar. Hati2 kalau kamu lewat sana."
Hari keempat,ketika aku membangunkannya, aku
merasa
kalau kami masih mesra seperti sepasang suami
istri dan aku masih membopong kekasihku
dilenganku.Bayangan Sarah menjadi samar.
Pada hari kelima dan keenam,ia masih mengingatkan
aku beberapa hal, seperti dimana ia telah menyimpan
baju2ku yang telah ia setrika,aku harus hati2 saat
memasak dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa
semakin erat. Aku tidak
memberitahu Sarah tentang ini. Aku merasa begitu
ringan
membopongnya. Berharap setiap hari pergi ke kantor
bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya,
"kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang"
Ia sedang mencoba pakaiannya,aku sedang menunggu
untuk
Membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa
tapi tidak bisa menemukan yang cocok. Lalu ia melihat
"Semua pakaianku kebesaran", Aku tersenyum. Tapi tiba2
aku menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya
aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan
aku semakin kuat.
Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam
hati.
Sekali lagi aku merasakan perasaan sakit. Tanpa
sadar
Kusentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat itu.
"Pa,sudah
Waktunya membopong mama keluar" Baginya, melihat
papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian
penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami
mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku
membalikkan wajah sebab aku takut akan berubah pikiran
pada detik terakhir. Aku menyangganya dilenganku,
berjalan dari kamar tidur,
melewati ruang duduk di teras. Tangannya
memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah
badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari
pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan
kurus, membuatku sedih.
Pada hari terakhir,ketikaaku membopongnya
dilenganku,
aku melangkah dengan berat. Anak kami telah pergi
ke sekolah. Ia berkata "sesungguhnya aku berharap kamu
akan membopongku sampai tua"
Aku memeluknya dengan kuat dan berkata "antara
kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita
begitu mesra."
Aku melompat turun dari mobil. Aku takut
keterlambatan
akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki
tangga. Sarah membuka pintu. Aku berkata demikian,
"Maaf Sarah, aku tidak ingin bercerai. Aku serius "Ia
melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku "Kamu
tidak demam".
Kutepiskan tangannya dari dahiku. "Maaf Sarah, Aku
Cuma
bisa bilang maaf padamu, aku tidak ingin bercerai.
Kehidupan rumah tanggaku membosanku disebabkan ia dan
aku tidak bisa merasakan nilai2 dari kehidupan, bukan
disebabkan tidak saling mencintai lagi". "Sekarang aku
mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia
telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai
tua. Jadi aku minta maaf padamu." Sarah tiba2
tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan
menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak.
Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam
perjalanan aku
melewati sebuah toko bunga, ku pesan sebuah buket
bunga kesayangan istriku. Penjual bertanya apa yang
mesti ia tulis
dalam kartu ucapan?
Aku tersenyum dan menulis "Aku akan selalu
membopongmu setiap
pagi sampai kita tua..."
it is nice story ?
No comments:
Post a Comment